Ketika Anime Membentuk Persepsi Dunia atas Sebuah Negara
/ Bisnis
Dapatkah anime menjadi kekuatan strategis yang berdampak nyata bagi Indonesia?
Wildan Azka Imaddudin Zanki
Mahasiswa UMY Hubungan Internasional 2023
President of Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) Chapter UMY
Pada era globalisasi saat ini, kekuatan sebuah negara tidak lagi hanya bertumpu pada militer atau ekonomi, tetapi juga pada kemampuan membentuk persepsi global. Jepang adalah contoh paling menarik. Alih-alih mengandalkan hard power, mereka menaklukkan dunia melalui anime.
Dari One Piece hingga Doraemon, anime bukan sekadar hiburan, tetapi jendela yang membuat banyak orang pertama kali mengenal Jepang, mulai dari budaya, makanan, nilai sosial, hingga kemajuan tekonologinya.
Tidak sedikit orang yang mengaku bahwa kedekatan mereka dengan Jepang justru lahir bukan dari buku sejarah, melainkan layar animasi. Di situlah soft power Jepang bekerja; halus dan senyap, tetapi sangat memengaruhi cara dunia melihat negeri itu.
Keberhasilan anime sebagai soft power tidak dapat dilepaskan dari sejarah pahit Jepang setelah Perang Dunia II. Kekalahan membuat citra Jepang runtuh di mata dunia. Jepang dianggap agresif, militeristis, dan berbahaya. Ekonominya pun hancur. Kemampuan militer mereka dibatasi. Negeri Sakura bahkan kehilangan kepercayaan internasional.
Dengan ruang gerak yang terbatas, Jepang sadar bahwa mereka tidak bisa terus mengandalkan hard power. Mereka kemudian memilih jalan lain, yakni membangun kembali identitas nasional melalui budaya.
Hingga sampailah Jepang pada titik baliknya. Mereka mengembangkan manga, anime, musik, fashion, hingga kuliner sebagai ‘jendela baru’ untuk memperkenalkan wajah bangsa yang damai, kreatif, dan humanis.
Karakter seperti Naruto yang mengajarkan kerja keras, Luffy yang menekankan kebebasan, hingga Doraemon memberitahu arti persahabatan, berhasil membawa pesan yang jauh dari stigma masa perang. Melalui cerita itu, Jepang perlahan memperbaiki citra globalnya dengan cara paling halus, yakni membuat dunia jatuh cinta tanpa merasa sedang dipengaruhi.
Hasilnya terlihat jelas. Asosiasi Animasi Jepang (AJA) dalam pratinjau Laporan Industri Anime 2024 mencatat bahwa pasar anime Jepang tumbuh 15 persen dan mencapai rekor tertinggi sebesar Rp414 triliun.
Selain itu, menurut Presiden Crunchyroll, sebuah layanan streaming anime terbesar di Amerika Serikat, menyebut bahwa jumlah penggemar anime global diperkirakan akan melampaui satu miliar orang dalam beberapa tahun ke depan.
Tanpa pidato diplomatik atau kampanye politik, Jepang berhasil memperkenalkan nilai dan identitasnya. Mereka menyuguhkan episode-episode anime yang menjangkau banyak negara dan lintas generasi.
Peran Pemerintah
Soft power Jepang tidak tumbuh secara alami. Ada peran negara yang berperan penting dalam mengembangkan industri kreatif ini. Pemerintah Jepang membentuk Cool Japan Fund, sebuah program investasi besar untuk mempromosikan anime, fashion, musik, dan budaya modern ke seluruh dunia.
Kedutaan Jepang juga aktif menjadi ujung tombak diplomasi budaya. Salah satu program yang terkenal adalah World Cosplay Summit yang dimulai sejak 2003 dengan tujuan menjadi platform perkenalan budaya mereka kepada dunia.
Bahkan anime Doraemon pernah diangkat sebagai ‘anime ambassador’. Langkah simbolis yang menegaskan bahwa anime memang bagian dari diplomasi nasional Jepang. Sinergi pemerintah, industri kreatif, para kreator, dan komunitas penggemar inilah yang membuat soft power Jepang bukan hanya kuat, tetapi juga berkelanjutan.
Bagaimana dengan Indonesia? Kisah Jepang menunjukkan bahwa kreativitas dan cerita menjadi salah satu kekuatan sebuah negara. Anime bukan hanya memperbaiki citra Jepang di mata dunia, tetapi juga menggerakkan ekonomi dan memperkuat posisi mereka secara global. Semua itu tanpa nada ancaman.
Indonesia sebenarnya mempunyai potensi serupa. Budaya Indonesia sangat kaya dengan nilai sosial yang kuat serta mitologi Nusantara yang tak kalah menarik. Talenta anak muda juga terus tumbuh, dan karya animasi lokal seperti ‘Jumbo’ menunjukkan bahwa Indonesia mampu bersaing di tingkat internasional.
Kini, hal yang dibutuhkan adalah sinergi antara pemerintah, para kreator, serta industri kreatif melalui dukungan ekosistem dan kebijakan yang serius. Tujuannya, agar kreativitas ini tidak hanya menjadi karya individual, tetapi kekuatan strategis yang memberikan dampak nyata bagi Indonesia.
Editor: Rahma Frida
